BLOGFAM, 9 January 2007

diambil dari artikel berjudul “Komunitas Maya Menghasilkan Karya

BuMa: Keinginan yang kuat akan membuka banyak jalan

bz!Tamu

*** wawancara dengan Gratiagusti Chananya Rompas, pengajar dan penulis lepas, tinggal di Jakarta.***
Latar belakang kelahiran dan tujuan utama

Walaupun puisi pertama saya ditulis dalam bahasa Indonesia, selanjutnya saya selalu menulis dalam bahasa Inggris. Berkali-kali saya mencoba menulis puisi berbahasa Indonesia dan selalu hasilnya jauh dari memuaskan. Mungkin karena saya tumbuh dengan membaca lebih banyak bacaan berbahasa Inggris, saya jadi lebih nyaman berekspresi dengan bahasa tersebut. Saya akhirnya cenderung menganggap bahasa Indonesia ‘tidak enak’. Ini berubah waktu saya masuk bangku kuliah. Teman saya, Danar Pramesti, memiliki sejumlah puisi berbahasa Indonesia yang menurut saya sangat menarik. Membaca puisi-puisi Danar, saya seperti diingatkan bahwa yang salah memang bukan bahasanya, tapi orangnya.

Namun, kebanyakan orang yang saya kenal melihat puisi itu sebagai sesuatu yang berat dan tidak mengasyikkan. Banyak dari mereka yang juga berpandangan bahwa seorang penyair itu ‘aneh’ dan kelewat melankolis. Walaupun saya mungkin tergolong ‘aneh’ dan melankolis dalam cara saya sendiri, saya pikir pandangan umum itu perlu sedikit dikoreksi. Saya membutuhkan sebuah wadah yang kondusif untuk mengembangkan kemampuan serta berbagi dengan orang-orang yang mempunyai kegemaran sama; sementara itu, pandangan tadi sepertinya menghalangi saya untuk berbuat demikian. Lagipula, saya pikir perkembangan puisi di Indonesia tidak boleh kalah dengan yang di luar negeri, terutama puisi berbahasa Inggris. Di dalam sebuah buku ‘wajib’ tentang puisi berjudul Sound and Sense, saya menemukan begitu banyak bentuk puisi, dari yang serius sampai yang terkesan main-main, tanpa harus kehilangan keindahannya. Ini adalah bukti bahwa puisi itu tidak perlu berat untuk menjadi sebuah karya yang berhasil.

Oleh karena itu, saya membuat milis BungaMatahari (BuMa) 19 April 2000 (tentu saja dengan mengajak Danar) sebagai ruang alternatif, di mana puisi itu tidak hanya yang ‘berat’ dan serius, tetapi juga yang ‘ringan’ dan cenderung nyeleneh; tidak hanya boleh ditulis oleh penyair papan atas, tetapi juga oleh pemula yang masih hijau dalam merangkai kata. Seniman, pekerja kantoran, murid sekolah, mahasiswa, pengangguran—semua bisa berpuisi. Semboyan “semua bisa berpuisi” ini memang merangkum tujuan BuMa untuk terus menyemangati dan mewadahi minat dan bakat menulis puisi juga menstimuli keberanian dan keasyikan membaca puisi di semua kalangan. Dengan kata lain, BuMa ingin memasyarakatkan puisi, membuktikan bahwa puisi sesungguhnya begitu dekat dengan kehidupan kita sehari-hari, menunjukkan bahwa ia pun hip. Kemudian, lewat puisi, BuMa juga ingin ikut melestarikan dan mengembangkan penggunaan bahasa Indonesia.
Proses awal menghasilkan karya dan kendala

Rencana menerbitkan sebuah antologi sebenarnya sudah ada dari awal berdirinya BuMa. Panitia kecil bahkan sampai dibentuk. Tapi, karena sebagian besar penggiat saat itu masih sibuk kuliah, rencana tersebut terus tertunda sampai dibangunkan kembali oleh Yosevlin Indrawati, seorang anggota yang pada waktu itu baru saja bergabung tetapi sudah ‘lancang’ berkomentar, menjelang akhir tahun 2003. Panitia baru segera dibentuk dan diketuai oleh, tentunya, Yosevlin.

Proses persiapan memang cukup lama karena kami perlu menyaring sekitar seratus puisi dari lima ribu pesan pertama yang ada di milis. Penyaringan dilakukan dalam beberapa tahap oleh empat tim editor yang masing-masing beranggotakan tiga orang. Setelah manuskrip terbentuk, kami sempat bimbang apakah kami akan menerbitkan sendiri atau mencari penerbit. Namun keberuntungan rupanya berada di pihak kami karena Avatar, sebuah penerbitan yang mempunyai semangat sama dengan kami, bersedia membantu. “Antologi BungaMatahari” akhirnya diluncurkan Januari 2006.

Walaupun beberapa kali terjadi beda pendapat dan semangat kadang surut, kami hampir tidak menemukan kendala yang berarti. Kami rela berkumpul dan menghabiskan malam karena didasari semangat untuk bersenang-senang. Sepertinya kami percaya bahwa bicara puisi di akhir minggu sambil minum kopi dan tertawa-tawa adalah hiburan yang luar biasa. Melihat ke belakang, saya pikir ini ternyata kunci keberhasilan kami. Kami bisa heboh beradu argumentasi sampai larut malam (saya bahkan pernah dibuat menangis—sebuah peristiwa yang sering diceritakan kembali oleh teman-teman, hehe…), tapi karena kami sadar kami ingin mencapai kesenangan secara bersama-sama atas nama BuMa dan bukannya untuk kepentingan pribadi, kami selalu bisa mencari solusi yang terbaik. Selain itu, ketika beradu pendapat, kami sadar bahwa komentar maupun kritik yang terlontar bukan ditujukan pada seseorang secara personal, tetapi lebih pada ide yang yang sedang dibahas. Ini sangat penting untuk menciptakan suasana diskusi yang kaya dan sehat. Hubungan pertemanan terjaga, kerja pun beres. Setelah itu bisa tertawa lagi.
Rencana konkrit

Kami akan terus menjalankan KebunKata, sebuah acara pembacaan dan pertunjukan puisi yang terbuka untuk umum. Selain itu, kami baru saja memperkenalkan sebuah acara bertajuk Rumah Kata, di mana kolaborasi antara puisi, genre sastra lain juga bentuk kesenian lain, seperti film dan musik, ditampilkan. Belakangan ini, BuMa juga banyak bekerjasama dengan komunitas maupun lembaga lain, misalnya Tunas Cendekia, ruangrupa, UNICEF, Komunitas Utan Kayu, dan banyak lagi. Pada umumnya, kegiatan-kegiatan BuMa memang merupakan eksplorasi dari semboyan “semua bisa berpuisi”, di mana puisi pada akhirnya tidak hanya berdiri sendiri tetapi melekat pada begitu banyak unsur, termasuk yang ada di luar BuMa.

Yang harus diketahui, BuMa adalah komunitas yang sangat menjunjung tinggi semangat do-it-yourself. Jadi, para penggiat BuMa akan senang sekali kalau ada anggota yang mau mengusulkan bahkan bersama-sama melaksanakan sebuah bentuk kegiatan. Tentu dengan catatan: kegiatan tersebut sesuai untuk BuMa.
Komunitas maya di Indonesia

Saya bukan pengamat komunitas maya tetapi saya lihat komunitas maya di Indonesia sedang menggeliat. Makin banyak orang Indonesia kini sadar bahwa internet mempunyai kekuatan luar biasa dan berdampak besar pada kehidupan sehari-hari kita. Ini sangat menarik dan saya tak sabar melihat perkembangannya di kemudian hari. Mudah-mudahan makin banyak hal positif yang akan muncul.

Nah, kalau ingin membentuk perkumpulan yang solid, saya pikir komunitas apa pun perlu menentukan ciri dan kepribadian yang membedakannya dari komunitas lain di bidang yang sama. Hal ini bagus tidak hanya untuk komunitas itu sendiri, tapi juga untuk bidang yang digelutinya secara umum. Kalau dipikir, milis dan komunitas puisi kan banyak sekali—ada yang tanpa moderasi dan selalu berusaha membuka jalur baru seperti BuMa, ada yang beroperasi dengan menggunakan editor, ada yang khusus membahas topik politik, ada yang cuma menerima puisi cinta, dan lain sebagainya. Kalau posisi yang dipilih itu jelas, tentu lebih mudah bagi penggiatnya untuk menentukan arah perkembangan komunitas atau milis tersebut. Sementara itu, akan lebih mudah pula bagi calon anggota untuk memilih milis atau komunitas mana yang sesuai untuk dirinya. Keragaman seperti ini juga otomatis memperkaya dunia puisi itu sendiri, baik di internet maupun bukan. Coba bayangkan kalau komunitas-komunitas yang berbeda itu suatu saat berkolaborasi, tentu hasilnya akan sangat menarik.

Yang jelas, kalau memang ingin berkarya, do it! Keinginan yang kuat akan membuka banyak jalan.

*Kunjungi www.bungamatahari.org untuk keterangan lebih lanjut tentang Komunitas Puisi BungaMatahari (BuMa) dan cara bergabung ke milisnya.*

*** (Yaya, Amril, Sa)

Posted on January 9, 2007 11:00 AM

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s