INVESTOR DAILY, 4 April 2006
Published by violeteye
Gratiagusti Chananya Rompas was born in Jakarta, 19 August 1979. She studied English Literature in Universitas Indonesia, Depok (2003) and received her masters in The Gothic Imagination from University of Stirling, Scotland (2005). She is one of the founders of Komunitas BungaMatahari, a mailing list-based Indonesian poetry community that have embraced many poetry enthusiasts with its catchphrase “semua bisa berpuisi” or, roughly translated, “poetry for all”. She is also involved in Selatan, a literary journal, and Paviliun Puisi, a monthly open mic event--both managed by her and her like-minded friends. She currently resides in Jakarta, trying to find balance between writing and day-to-day living. View all posts by violeteye
By nature, sebuah bangsa tumbuh sesuai dengan pertumbuhan generasi muda. Kemampuan mewarisi nilai dan tradisi di sebut culture (budaya) yang menjadi fondasi dan struktur berbangsa dan bernegara. Warisan ditransform melalui kepemimpinan yang melihat anak muda sebagai bagian yang melekat pada tubuh sebuah bangsa. Maka, porsi peranan anak muda mencapai 80 persen dari rancang bangun sebuah negara. Edukasi menjadi sarana dalam mempersiapkan diri mereka. Edukasi menghasilkan pembelajan dan keterampilan yang diarahkan pada philosophy sebuah bangsa. Bila philosophy tidak ada maka edukasi hanya menghasilkan skills tanpa moral. Skills menghasilkan opportunists. Philosophy menghasilkan moralis. Oportunis menghalalkan perilaku memanfaatkan keadaan dan posisi, maka itu yang kita lihat sekarang KKN – korupsi, kolusi dan nepotisme. Maka, kebangkitan anak muda terlebih dahulu harus dilihat dari dasar philosophy yang dimiliki; apakah poemimpin kita telah mentransform philosophy dalam bentuk beliefs yang positif dan rasional? Kalau tidak kita hanya melihat suatu kebangkitan yang kedepan menghasilkan KKN.